Dalam daftar orang terkaya Indonesia, nama Robert Budi Hartono selalu berada di posisi puncak. Bersama saudaranya, Michael Bambang Hartono, mereka adalah pewaris perusahaan rokok legendaris Djarum yang kini telah menjelma menjadi konglomerasi raksasa dengan sayap di berbagai sektor seperti perbankan, properti, teknologi, dan infrastruktur. Namun, di balik kekayaan dan kekuasaan yang mereka miliki hari ini, terdapat kisah perjuangan dan ketekunan dari keluarga Hartono yang layak dijadikan inspirasi. Artikel ini akan membahas perjalanan hidup Robert Budi Hartono, dari akar keluarga, perjalanan bisnis, kontribusi sosial, hingga bagaimana dia mampu bertahan dan bangkit dari berbagai tantangan besar.
Robert Budi Hartono lahir pada tahun 1940 di Kudus, Jawa Tengah, dari keluarga Tionghoa dengan nama asli Oei Hwie Tjhong. Ayahnya, Oei Wie Gwan, adalah seorang pengusaha lokal yang mendirikan perusahaan rokok kecil bernama Djarum Gramophon pada tahun 1951. Awalnya, usaha ini hanyalah sebuah industri rumahan yang bergerak dalam produksi rokok kretek tradisional. Namun, semangat ayahnya dalam berinovasi dan membangun brand lokal menjadi fondasi utama yang nantinya akan diwariskan kepada anak-anaknya, termasuk Robert dan Michael. Sejak muda, Robert sudah akrab dengan dunia bisnis karena melihat langsung bagaimana ayahnya membangun perusahaan dari nol.
Tahun 1963 menjadi titik balik dalam hidup Robert Budi Hartono. Saat itu, sang ayah meninggal dunia secara mendadak. Dalam usia yang relatif muda, Robert dan Michael dipaksa turun langsung untuk mengambil alih kepemimpinan perusahaan. Di tengah situasi ekonomi yang tidak stabil dan persaingan ketat industri rokok Indonesia, Robert tidak hanya harus belajar memimpin, tetapi juga berani mengambil keputusan strategis yang besar. Salah satu terobosan awal Robert adalah modernisasi produksi Djarum. Ia mengadopsi teknologi mesin buatan Jerman untuk memproduksi rokok kretek secara massal. Langkah ini mengubah Djarum dari pabrik rumahan menjadi salah satu perusahaan rokok dengan produktivitas tinggi dan standar internasional. Keberaniannya dalam berinvestasi pada teknologi menjadikan Djarum mampu bersaing dengan perusahaan besar lain seperti Sampoerna dan Gudang Garam.
Kesuksesan di industri rokok menjadi pijakan Robert untuk membangun imperium bisnis yang lebih luas. Ia memahami bahwa bergantung pada satu sektor saja bukanlah strategi jangka panjang yang aman. Salah satu langkah paling visioner adalah saat Djarum melalui PT Dwimuria Investama Andalan membeli saham Bank Central Asia (BCA) pada krisis moneter 1998, ketika banyak perusahaan melepas aset karena tekanan ekonomi. Keputusan ini dianggap berani, bahkan nekad oleh sebagian orang. Namun, terbukti, BCA kini menjadi bank swasta terbesar di Indonesia dengan profit stabil dan pertumbuhan yang solid. Selain perbankan, Robert juga melebarkan sayap ke sektor properti melalui Grand Indonesia, ke industri teknologi dengan investasi besar di e-commerce dan startup digital, hingga ke bidang agribisnis dan perkebunan sawit.
Meskipun dikenal sangat tertutup terhadap media, Robert Budi Hartono tidak pelit dalam hal berbagi. Melalui Djarum Foundation, ia banyak terlibat dalam kegiatan sosial, pendidikan, kebudayaan, dan olahraga. Salah satu kontribusinya yang paling dikenal adalah pengembangan PB Djarum, klub bulutangkis yang telah melahirkan atlet-atlet juara dunia seperti Liliyana Natsir dan Kevin Sanjaya. Di bidang pendidikan, Djarum Foundation memberikan beasiswa Djarum Plus kepada mahasiswa berprestasi dari seluruh Indonesia. Beasiswa ini tidak hanya memberikan bantuan finansial, tetapi juga pelatihan kepemimpinan, public speaking, hingga kewirausahaan. Yang menarik, bantuan dan kegiatan sosial Robert dan keluarganya jarang dipublikasikan secara besar-besaran. Mereka lebih memilih bekerja diam-diam dan membiarkan hasilnya dirasakan langsung oleh masyarakat.
Selama masa krisis ekonomi tahun 1998, hampir seluruh pengusaha di Indonesia mengalami guncangan hebat. Nilai tukar rupiah merosot, banyak perusahaan gulung tikar, dan sektor finansial nyaris runtuh. Di saat banyak pengusaha melepas usahanya dan hengkang ke luar negeri, Robert Budi Hartono justru memperkuat komitmennya terhadap negeri ini. Ia berani membeli saham BCA saat bank itu masuk dalam program rekapitalisasi pemerintah, sebuah keputusan yang penuh risiko. Namun keberaniannya inilah yang menjadi titik balik. BCA kemudian pulih dan menjadi salah satu aset paling berharga dalam portofolio bisnis Djarum Group. Di sisi lain, Robert juga menghadapi tekanan dari regulasi pemerintah terkait industri rokok, termasuk aturan iklan dan cukai. Namun, ia terus menyesuaikan strategi bisnis dengan regulasi yang berlaku tanpa melakukan konfrontasi terbuka, menunjukkan kematangan dan kecerdasan bisnisnya.
Kini, Robert Budi Hartono tidak hanya dikenal sebagai orang terkaya di Indonesia, tetapi juga sebagai sosok yang disiplin, cerdas, dan rendah hati. Ia jarang tampil di media, bahkan tidak aktif di media sosial, namun pengaruh dan visinya sangat terasa di setiap lini bisnis yang ia kelola. Di usianya yang menginjak lebih dari 80 tahun, Robert tetap aktif memantau perkembangan bisnis, meskipun banyak tugas operasional sudah dijalankan oleh generasi penerus dan profesional yang dipercaya. Ia adalah simbol bahwa kesuksesan tidak harus datang dari sorotan kamera, melainkan dari ketekunan, keberanian mengambil risiko, dan dedikasi tanpa henti.
Sebagai seorang penulis dan pengamat dunia usaha, saya percaya bahwa kisah hidup Robert Budi Hartono adalah potret ideal dari seorang pengusaha sejati. Ia bukan hanya membangun kekayaan untuk diri sendiri, tetapi juga memperluas makna kebermanfaatan dalam setiap usahanya. Kita bisa belajar dari Robert bahwa memulai dari bisnis keluarga bukanlah jaminan sukses. Diperlukan visi besar, keberanian mengambil risiko, dan kepekaan sosial untuk membuat bisnis bukan hanya untung, tapi bernilai bagi masyarakat. Dari kisah ini, saya pribadi terinspirasi bahwa dalam hidup, kita harus berani bermimpi besar namun tetap berpijak pada nilai-nilai sederhana: kerja keras, tanggung jawab, dan kepedulian.
"Kekayaan bukan hanya diukur dari jumlah harta, tapi dari seberapa banyak dampak positif yang bisa kita tinggalkan untuk generasi berikutnya."
No comments:
Post a Comment