Setiap kita yang pernah duduk di bangku sekolah pasti akrab dengan kata "kurikulum". Namun, tak semua dari kita benar-benar memahami bagaimana sebuah kebijakan kurikulum bisa memengaruhi cara kita belajar, berpikir, hingga menentukan arah hidup di masa depan. Dalam dunia pendidikan, kurikulum bukan hanya soal buku dan ujian, tapi juga tentang masa depan generasi.
Kurikulum adalah jantung pendidikan. Ia merangkum semua hal yang harus dipelajari siswa, bagaimana cara mengajarkannya, dan nilai-nilai apa yang ingin ditanamkan. Maka tak heran jika kebijakan kurikulum menjadi salah satu aspek paling krusial dalam menentukan kualitas pendidikan di sebuah negara.
Kebijakan kurikulum adalah keputusan strategis pemerintah yang mengatur materi pelajaran, metode pembelajaran, hingga penilaian yang harus diikuti oleh institusi pendidikan. Di Indonesia, kebijakan ini ditentukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan sering kali mengalami perubahan sesuai dengan arah politik, sosial, dan ekonomi bangsa. Beberapa kebijakan kurikulum yang pernah diberlakukan di Indonesia antara lain:
- Kurikulum 1975
- Kurikulum 2006 (KTSP)
- Kurikulum 2013
- Kurikulum Merdeka (implementasi mulai 2022)
- Setiap kurikulum membawa tujuan dan semangat baru, seperti menyesuaikan dengan kebutuhan abad 21, mengurangi beban siswa, hingga memberi ruang kreativitas bagi guru
Setiap kali kurikulum berubah, cara belajar siswa juga berubah. Dari yang sebelumnya berfokus pada hafalan, kini lebih ke pengembangan nalar dan pemahaman konsep. Kurikulum Merdeka misalnya, mendorong siswa untuk lebih aktif, kreatif, dan berani berpikir kritis. Materi yang dipelajari siswa akan disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku. Hal ini memengaruhi tingkat kesulitan, kedalaman bahasan, dan relevansi dengan kehidupan nyata.
Perubahan kurikulum yang mendadak atau tidak diiringi persiapan cukup bisa menyebabkan kebingungan dan tekanan mental pada siswa, apalagi jika ujian nasional masih menjadi penentu kelulusan. Di daerah terpencil, tidak semua sekolah bisa langsung mengimplementasikan kurikulum baru karena keterbatasan fasilitas, tenaga pengajar, atau teknologi.
Suara dari Lapangan: Perspektif Siswa dan Orang Tua
Dalam sebuah wawancara sederhana dengan beberapa siswa SMA, muncul berbagai pendapat :
Amira, kelas 11: “Sekarang lebih banyak diskusi kelompok. Menyenangkan sih, tapi kadang bingung karena gurunya juga baru nyoba metode baru.”
Bayu, kelas 12: “Dulu harus hafal banyak, sekarang harus paham konsep. Aku suka, tapi temenku yang biasa hafalan jadi susah ikuti.”
Ibu Rina, orang tua murid: “Saya bingung bantu anak belajar karena pelajarannya beda sekali dari zaman saya. Tapi saya dukung kalau itu buat kebaikan anak-anak.”
Pendapat-pendapat ini menunjukkan bahwa pengaruh kebijakan kurikulum sangat nyata dirasakan oleh semua pihak, bukan hanya siswa dan guru, tapi juga orang tua.
Kurikulum yang baik adalah yang adaptif, kontekstual, dan berpusat pada siswa. Dimana kurikulumnya bisa :
- Menyesuaikan dengan kebutuhan lokal dan global, Mengembangkan karakter dan keterampilan hidup, bukan hanya nilai akademik
- Memberi ruang kebebasan dan kreativitas pada siswa dan guru
- Mendorong pemanfaatan teknologi tanpa meninggalkan yang tertinggal
- Dirancang berdasarkan data dan pengalaman lapangan, bukan hanya teori
No comments:
Post a Comment