Friday, July 14, 2023

Kampung Naga: Kisah Damai dari Sebuah Desa di Tasikmalaya yang Menolak Listrik dan Teknologi Modern



    Di era digital seperti sekarang, di mana hampir semua hal dapat dilakukan lewat ponsel pintar, saya menemukan sebuah tempat yang seperti berasal dari dunia lain dimana suasana nya tenang, alami, dan seolah tak tersentuh oleh waktu. Namanya Kampung Naga, sebuah perkampungan adat yang terletak di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Perjalanan saya ke sana bukan hanya tentang wisata budaya, tetapi juga tentang refleksi. bagaimana kehidupan bisa terasa begitu damai tanpa listrik, tanpa teknologi, tanpa kebisingan dunia luar. Sebagai seorang blogger yang sering menulis tentang budaya dan gaya hidup, kunjungan ke Kampung Naga adalah pengalaman yang membuka mata dan hati. Inilah kisahnya.


    Kampung Naga adalah sebuah desa adat Sunda yang masih memegang teguh tradisi leluhur. Terletak di antara Garut dan Tasikmalaya, kampung ini berada di lembah hijau yang hanya bisa diakses dengan menuruni lebih dari 400 anak tangga. Tapi percayalah, setiap langkah yang saya ambil menuju kampung itu seperti membawa saya masuk ke dalam buku sejarah hidup. Yang paling mencolok dari 


    Kampung Naga adalah keputusan kolektif warganya untuk menolak listrik dan teknologi modern. Tak ada lampu listrik, televisi, atau antena. Tidak ada sinyal ponsel. Bahkan rumah-rumah mereka masih dibangun dari kayu, bambu, dan ijuk, tanpa satu pun paku besi. Semua dijaga sebagaimana warisan leluhur mereka mengajarkan. Kata kuncinya adalah harmoni. Bagi masyarakat Kampung Naga, hidup selaras dengan alam adalah prinsip utama. Mereka percaya bahwa teknologi bisa membawa perubahan yang mengganggu keseimbangan spiritual dan sosial. Maka, sejak dahulu hingga sekarang, mereka memilih hidup dalam kesederhanaan. 


    Saya sempat berbincang dengan seorang warga senior di sana, Pak Eman, yang menjelaskan bahwa penolakan terhadap listrik bukan karena ketidaktahuan, tetapi karena kesadaran nilai dan prinsip hidup. "Kami bukan tidak tahu ada listrik. Kami tahu. Tapi kami tidak ingin kehidupan kami rusak oleh kemudahan yang justru membuat orang lupa bersyukur," ujarnya sambil menyalakan lampu minyak di teras rumahnya. Menurut kepercayaan adat, masuknya listrik dan teknologi dapat memicu keserakahan, kecemburuan, dan individualisme. Sifat-sifat ini dianggap bertentangan dengan nilai gotong royong dan kesederhanaan yang menjadi pilar utama kehidupan masyarakat Kampung Naga. Hidup tanpa listrik bukan berarti hidup tanpa kebahagiaan. Justru sebaliknya, saya melihat wajah-wajah damai di sana. Anak-anak bermain dengan gembira di pinggir sungai, ibu-ibu menenun dan memasak secara tradisional, sementara bapak-bapak berkumpul di balai bambu membahas panen padi.


    Semua aktivitas dilakukan secara manual dan alami. Matahari menjadi penentu waktu, bukan alarm digital. Malam hari adalah waktu istirahat, bukan saatnya scrolling media sosial. Lampu minyak dan lilin menjadi penerang, sementara cerita rakyat dan dongeng menjadi hiburan. Ada satu momen yang sangat membekas dalam ingatan saya. Saat malam tiba, kami duduk mengelilingi api unggun, mendengarkan kisah-kisah leluhur yang disampaikan secara turun-temurun. Tidak ada suara kendaraan, tidak ada notifikasi WhatsApp—hanya suara alam dan cerita yang menenangkan. Pertanyaan umum yang sering muncul adalah: bagaimana dengan pendidikan dan ekonomi mereka? Apakah tidak tertinggal karena menolak modernisasi?


    Ternyata, Kampung Naga memiliki pendekatan yang unik. Pendidikan tetap dijalani, bahkan banyak anak-anak yang melanjutkan sekolah hingga ke luar kampung. Namun, begitu mereka kembali, mereka harus taat pada adat dan kembali menjalani hidup seperti semula. Secara ekonomi, mereka mengandalkan hasil pertanian, kerajinan tangan, dan pariwisata. Kampung Naga menjadi daya tarik wisata budaya yang cukup terkenal. Namun, mereka tetap selektif dalam menerima pengunjung—wisata yang datang harus menghormati aturan, tidak membawa alat elektronik, tidak sembarangan mengambil gambar, dan tidak merusak ketenangan. Sebagai seseorang yang terbiasa dengan teknologi dan ritme hidup cepat, berada di Kampung Naga adalah pengalaman yang sangat kontras. Namun justru dari tempat yang "diam" inilah, saya belajar banyak hal:

  1. Kehidupan yang sederhana bukan berarti miskin.
  2. Ketiadaan teknologi tidak mengurangi kualitas kebahagiaan.
  3. Menjaga warisan leluhur adalah bentuk kebijaksanaan.
  4. Manusia bisa bahagia tanpa terus-menerus mengejar kemajuan.

    

    Kampung Naga mengajarkan kita bahwa kemajuan tidak selalu harus diukur dengan seberapa canggih alat yang kita miliki, tetapi seberapa dalam kita memahami hidup itu sendiri. Bagi kamu yang ingin merasakan sendiri kehidupan di Kampung Naga, Kampung Naga berada di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Dari Kota Tasikmalaya bisa ditempuh sekitar 1-2 jam perjalanan darat. Jangan lupa bawa perbekalan secukupnya, gunakan alas kaki yang nyaman untuk menuruni anak tangga. Saat disana hormati aturan adat. Tidak boleh sembarangan memotret atau merekam video tanpa izin. Beberapa rumah penduduk menerima tamu menginap dengan sistem homestay. Ini pengalaman yang sangat berharga.

    

    Saat meninggalkan Kampung Naga, saya merasa seperti baru saja bangun dari mimpi yang indah. Dalam dunia yang terus bergerak cepat, Kampung Naga memberi jeda. Tempat ini adalah oase spiritual, bukan hanya bagi masyarakatnya, tapi juga bagi siapa pun yang datang dan membuka hati. Sebagai blogger, saya merasa punya tanggung jawab untuk menuliskan tentang tempat seperti ini. Agar dunia tahu, bahwa di balik hiruk-pikuk modernisasi, masih ada satu sudut damai bernama Kampung Naga—yang tetap teguh menjaga nilai, warisan, dan keselarasan hidup.


Map Kampung Naga

13 comments:

  1. Waah unik sekali

    ReplyDelete
  2. Menarik buat di kunjungi yaa kampungnya ..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya....
      Hayuk²....
      Biar bisa healing n refreshin pikiran

      Delete
  3. Jadi pengen healing hehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jangan pengen aja....
      Tp segera direalisasikan ya

      Delete
  4. kerennn kak, jadi nambah pengetahuan akuuuu. addicted banget sama artikel kakak. semangat kak, aku selalu stay tune ! 😊😍

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasi banyak ya....
      Bantu share ya kak, agar blog ini bisa berkembang.

      Delete
  5. wow, di indo masih banyak jg ya ternyata hal2 unik, next spill kampung terdalam di papua kak!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Siap kak...
      Aku usahakan untuk segera ngulik tentabg kampung terdalam di papua.
      Makasii ya buat sarannya

      Delete
  6. Keanekaragaman indonesia

    ReplyDelete
  7. Replies
    1. Maaf baru balas. Makasiiii
      Ada reques topik yg mau dibahas

      Delete